Ekosentrisme Pertambangan Timah di Bangka Belitung: Menyeimbangkan Ekonomi dan Ekologi
Oleh: Bunga Citra Syah Fitri
Aktivitas pertambangan timah di Kepulauan Bangka Belitung telah menjadi salah satu pilar ekonomi daerah, namun menimbulkan tantangan yang serius bagi kelestarian lingkungan. Penelitian Haryadi et al., (2024) yang berjudul “Membangun Tata Kelola Pertambangan Timah Yang Ekosentris di Kepulauan Bangka Belitung Ecocentric Tin Mining Governance In Bangka Belitung Islands” mengungkap bahwa pengelolaan tambang di Bangka Belitung belum optimal dalam mengintegrasikan manfaat ekonomi dengan perlindungan lingkungan. Akibatnya, kerusakan lingkungan yang meluas kerap terjadi, seperti kerusakan sungai, penurunan kualitas tanah, dan peningkatan lahan kritis.
Haryadi & Saputra (2020) menjelaskan bahwa kondisi ini menunjukkan dominasi pendekatan antroposentris, di mana kepentingan manusia mendahului kelestarian ekologi. Praktik eksploitasi seringkali mengabaikan asas keberlanjutan, dengan tujuan utama memaksimalkan keuntungan ekonomi jangka pendek. Di Belitung Timur, misalnya, kerusakan daerah aliran sungai dan deforestasi menunjukkan kurangnya perhatian terhadap keseimbangan ekosistem. Fenomena ini mencerminkan budaya hukum lingkungan yang belum berkembang dengan baik atau tergerus oleh kepentingan ekonomi.
Kebijakan terkait pertambangan di Bangka Belitung seharusnya lebih mengedepankan paradigma ekosentris. Paradigma ini menekankan bahwa pengelolaan sumber daya alam harus memperhatikan kepentingan ekologis sebagai prioritas utama. Penelitian Dwi Haryadi et al. menyarankan pentingnya reformasi kebijakan yang populis dan berorientasi pada ekologi berkelanjutan. Kebijakan ini tidak hanya mengatur tata kelola tambang, tetapi juga mendorong edukasi masyarakat dan penguatan penegakan hukum lingkungan.
Di sisi lain, manfaat ekonomi dari pertambangan timah tidak dapat diabaikan. Data menunjukkan bahwa sektor ini memberikan kontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Bangka Belitung, meskipun tidak mendominasi struktur ekonomi. Pertambangan memberikan lapangan pekerjaan dan pendapatan bagi masyarakat lokal, tetapi dampaknya sering kali tidak merata. Sebagian besar manfaat ekonomi cenderung dinikmati oleh pemilik modal, sementara masyarakat hanya mendapatkan pendapatan yang relatif kecil.
Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas tambang juga memengaruhi keberlanjutan kehidupan masyarakat lokal. Di beberapa desa seperti Nyelanding dan Bencah, penduduk mengeluhkan penurunan kualitas air dan peningkatan risiko banjir. Konflik sosial antara penambang dan warga lokal pun kerap terjadi, menunjukkan adanya ketidakharmonisan antara aktivitas tambang dan kesejahteraan masyarakat.