Oleh: Rusmin Sopian

“Ku nek mengkual,” cerita seorang teman saat kami ngobrol di sebuah warkop ternama.

Hari itu, langit tidak membiru. Bahkan terlihat sendu. Seiring cuaca yang kurang bersahabat. Sebagaimana lukisan diwajah teman ngobrol kami yang menampilkan wajah kesal.

Kopi masih meninggi di gelasnya. Seiring matahari yang mulai meninggi. Kendati cahaya matahari tidak menyemburkan cahaya panasnya yang menyehatkan itu.

Teman tadi terus bercerita dan bercerita hingga bertanya kepada kami yang masih menyeruput kopi.

“Apakah pimpinan daerah tahu namanya disebutkan oleh kaum yang selalu mengatasnamakan dirinya? Selalu mengatakan dekat dengan dirinya sehingga berlakon penantang-petenteng?” tanyanya.

Teman tadi melanjutkan narasinya yang menceritakan bagaimana banyak pemimpin daerah yang ditinggalkan oleh mereka yang sering mengatasnamakan orang yang sedang berkuasa.

Di lupakan. Diamnesiakan oleh mereka yang dulu sering mereka sebut untuk menguatkan daya tawar mereka. Untuk menaikkan nutrisi penantang-petenteng mereka di kalangan tertentu.