Oleh: Yan Megawandi

Boleh jadi tahun anggaran kali ini tak akan sama lagi kondisinya dibandingkan di masa lalu bagi para pejabat dan pegawai negeri. Berbagai kemewahan yang mungkin dirasakan selama ini seperti kenikmatan seringnya melakukan perjalanan dinas keluar daerah, pembelian kendaraan dinas dan fasilitas yang sudah mirip perlombaan 17an, atau berbagai acara seremonial yang lebih terkesan sebagai pemborosan ketimbang manfaat yang didapat. Semua akan dikurangi, kabarnya.

Kondisi tidak nyaman itu akan berlangsung di sejumlah daerah di Bangka Belitung yang setidaknya disebabkan dua hal. Pertama, akibat kurang moncernya kinerja APBD. Menurut ekonom UBB, Devi Valeriani (wowbabel.com) misalnya, tahun lalu terjadi penurunan pendapatan dari pajak daerah sampai 9,59 persen. Di saat yang sama terjadi penurunan belanja modal, serta ketergantungan yang masih tinggi pada pemerintah pusat.

Bayangkan hampir 80 persen atau tepatnya 79,13 persen pendapatan daerah di Babel berasal dari TKD. TKD Itu maksudnya adalah anggaran Transfer ke Daerah. Ini merupakan dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan untuk daerah. Daerah kemudian mengelola dana ini untuk membiayai urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.

Penyebab kedua, anda pasti sudah menduga. Ya anda benar. Di pusat sedang terjadi sunatan masal anggaran. Tukang sunatnya siapa lagi kalau bukan Menteri Keuangan yang bergerak sat set. Lincah. Tentu saja sunat menyunat itu terjadi atas perintah presiden.

Alasannya menurut menkeu, presiden meminta belanja-belanja yang dianggap memberi dampak terhadap perbaikan perekonomian dan kesejahteraan diperkuat. Karena itu, Prabowo menyampaikan dalam instruksinya untuk melakukan fokus anggaran agar makin efisien dan bermanfaat langsung bagi masyarakat.

“Seperti makan bergizi gratis, juga beberapa langkah seperti swasembada pangan, energi, kemudian perbaikan sektor kesehatan serta langkah-langkah untuk meningkatkan kualitas dari masyarakat untuk bisa menjadi sumber daya masyarakat yang makin unggul,” Papar Sri Mulyani sebagaimana disiarkan tempo.co.

Hal ini dipandang penting. Buktinya belum genap sebulan anggaran bergulir sudah terjadi penyunatan itu. Lalu terbitlah instruksi pertama presiden di 2025 ini. Inpres dikeluarkan tanggal 22 Januari. Isinya soal keuangan yang bernada sedikit getir.

Presiden Prabowo Subianto meminta kementerian, lembaga, hingga pemerintah daerah melakukan efisiensi belanja anggaran mencapai Rp 306,69 triliun atau sekitar 8,4 persen dari total APBN 2025. Ia juga meminta pembatasan belanja yang bersifat seremonial, perjalanan dinas, kajian, studi banding, percetakan, publikasi, seminar. Angka ini terdiri dari pemotongan Rp 256,1 triliun untuk kementerian/lembaga dan Rp 50,5 triliun untuk transfer ke daerah.

Karena itu Menteri Keuangan, Sri Mulyani kemudian mengeluarkan Surat Edaran S-37/MK.02/2025 yang mengatur pemangkasan anggaran di 16 pos utama. Bukan hanya sekadar irit-iritan, ini adalah upaya untuk menciptakan ruang fiskal yang lebih efisien, dengan harapan bisa mengurangi pemborosan dan meningkatkan fokus pada prioritas pembangunan yang benar-benar mendesak.

Menurut cnbcindonesia.com, dalam Instruksi Presiden itu para menteri dan pimpinan lembaga diharuskan menyampaikan hasil identifikasi rencana efisiensi anggaran kepada mitra komisi masing-masing di DPR untuk mendapat persetujuan.

Lalu, menyampaikan usulan revisi anggaran berupa blokir anggaran sesuai besaran efisiensi anggaran masing-masing K/L yang telah mendapat persetujuan kepada menteri keuangan. Entah apa hubungannya dengan peringatan hari valentine, atau mungkin agar lebih mudah mengingatnya. Karena batas waktu melaporkan rencana efisiensi anggaran itu mesti disampaikan paling lambat 14 Februari 2025.

Dampaknya di Daerah

Sementara itu untuk para gubernur dan bupati atau walikota, Prabowo mengharuskan agar membatasi belanja untuk kegiatan yang bersifat seremonial, kajian, studi banding, pencetakan, publikasi, dan seminar atau FGD. Kemudian, mengurangi belanja perjalanan dinas sebesar 50%.

Masih menurut Inpres dimaksud sebagaimana yang diwartakan cnbcindonesia.com, para kepala daerah itu juga diharuskan presiden untuk membatasi belanja honorarium melalui pembatasan jumlah tim dan besaran honorarium yang mengacu pada peraturan presiden mengenai standar harga satuan regional. Selanjutnya mengurangi belanja yang bersifat pendukung dan tidak memiliki output yang terukur.

Kemudian para kepala daerah juga diminta agar memfokuskan alokasi anggaran belanja pada target kinerja pelayanan publik. Itu artinya bukan melakukan pengganggaran berdasarkan pemerataan antara perangkat daerah semata atau berdasarkan alokasi anggaran belanja pada tahun anggaran sebelumnya.

Inpres itu pula secara tegas memerintahkan para kepala daerah agar supaya dapat lebih selektif dalam memberikan hibah langsung, baik dalam bentuk uang, barang, maupun jasa kepada K/L.

Langkah efisiensi ini jelas bukan tanpa tantangan. Pemangkasan anggaran sebesar ini mestinya akan mengubah cara bekerja, berinteraksi, dan tentu saja, berpikir. Namun, ada satu hal yang harus disadari: efisiensi anggaran bukan berarti mengurangi kualitas pelayanan atau pembangunan, tetapi justru fokus pada hal-hal yang paling penting. Inilah cara cerdas untuk keluar dari jebakan pemborosan yang berlarut-larut.