Oleh Agustian Deny Ardiansyah, S.Pd Guru SMPN 2 Lepar, Penulis, Pegiat Literasi Bangka Selatan

Pulau Bangka merupakan pulau terbesar di gugusan Kepulauan Bangka Belitung yang berbatasan langsung dengan Pulau Sumatra di sebalah barat, Pulau Belitung di sebelah timur, serta langsung berbatasan dengan Laut Jawa dan Laut Cina Selatan.

Karakteristik Pulau Bangka sebagai wilayah kepulauan, menjadikan Pulau Bangka pintu gerbang masuknya berbagai suku dan etnis.
Terlebih setelah Pulau Bangka mengalami pemekaran pada tahun 2003, membuat Pulau Bangka secara administratif terbagi atas empat kabupaten dan satu kota.

Pemekaran tersebut menghasilkan Kabupaten Bangka, Kabupaten Bangka Barat, Kabupaten Bangka Selatan, dan Kota Pangkalpinang.

Pemekaran juga menjadikan Pulau Bangka tujuan pendatang dari berbagai suku dan etnis, sehingga rentan pembauran akulturasi budaya.

Suku dan etnis tersebut meliputi, Suku Melayu, Suku Jawa, Suku Bugis, Suku Madura dan Etnis Tionghoa.

Berbagai suku dan etnis saling melakukan pembauran yang mengakibatkan akulturasi budaya berbagai suku, dengan unsur utama dari suku melayu.

Ibrahim (2011) mengungkapkan, Pulau Bangka adalah daerah mayoritas suku melayu, yang bercirikan berbahasa melayu, berbudaya melayu, dan beragama Islam.
Komposisi akulturasi budaya antar suku dan etnis dengan unsur utama budaya melayu menghasilkan budaya kemelayuan Pulau Bangka yang khas, sehingga dimengerti sebagai bagian tradisi yang dianggap dari ciri kemelayuan, tak terkecuali tradisi Nganggung.

Nganggung adalah sebuah tradisi sekaligus budaya yang mengakar kuat serta telah dilakukan selama puluhan tahun dalam tatanan kehidupan masyarakat Pulau Bangka.
Nganggung secara etimologi berasal dari bahas melayu, anggung yang artinya menggotong sesuatu.

Nganggung dalam masyarakat Pulau Bangka dipahami sebagai sebuah kegiatan membawa makan yang ditempatkan pada dulang/nampan dan ditutupi dengan tudung saji yang terbuat dari anyaman daun kelapa.

Hal tersebut dilakukan dengan cara menggotong dulang dari rumah menuju suatu tempat yang telah disepakati warga.

Tujuan utama penganggung biasanya menuju surau atau masjid.

Penganggung atau orang yang melakukan nganggung biasanya memakai peci, baju koko, dan sarung.

Penganggung biasanya membawa makanan tradisional yang diisikan dalam dulang/nampan.
Makanan tradisional tersebut seperti, mi kuah, tekwan, lempah kuning, empek-empek, dan makanan yang secara umum dikenal di daerah lain.

Makanan yang dibawa oleh penganggung sesampainya di tempat tujuan di letakan bersama dengan makan lain.