Memakmurkan Masjid Kampung Seperti Masjid Jogokariyan, Mengapa Tidak?
Oleh: Nasruddin, S.Sos.
Semenjak viralnya masjid Jogokariyan Jogjakarta membagi-bagikan 3.500 porsi takjil dan salat subuh berjamaah seperti salat jumat pada Ramadhan tahun 1444 H yang lalu, atensi masyarakat tentang pengelolaan masjid yang maju benar-benar meningkat.
Tak sedikit yang mencoba mengadopsi nilai nilai, tips, manajemen yang ada di masjid Jogokariyan diterapkan di masjid kampung halaman mereka.
Sebagian yang lain, ada yang langsung mengundang takmir masjidnya untuk belajar dan berbagi pengalaman tentang bagaimana mengurus yang baik dan benar hingga Mampu menjadikan masjid Jogokariyan semakmur seperti sekarang.
Secara umum, masjid Jogokariyan yang notabenenya adalah sebuah masjid kampung bisa dikatakan salah satu contoh masjid yang memiliki manajemen masjid yang baik, menandingi masjid raya dan masjid agung. Programnya inspiratif dan menarik.
Masyarakat di sekitarnya bahkan masyarakat luas ikut tertarik untuk ambil bagian di dalam memakmurkan masjid ini, baik dengan cara menyumbangkan infaq terbaik mereka, atau dengan cara yang lain yang tujuannya untuk kemaslahatan umat.
Karena dikelola dengan manajemennya yang baik, akhirnya masjid Jogokariyan benar-benar bisa menjadi tempat ibadah yang nyaman bagi siapa yang datang dari kaum muslimin.
Di balik keseksusesan pengelolaan masjid Jogokariyan ini tentu tak lepas dari peran para pengelolanya yang gigih berjuang dan pantang menyerah.
Di mulai dari pemetaan lalu dilanjutkan dengan perencanaan program lima tahunan yang disusun pada era 2000-an, yang pada akhirnya, secara bertahap kini mulai mencapai kesuksesannya, masjid Jogokariyan yang dulunya tak terlalu makmur kini benar-benar makmur, jumlah jemaah yang salat 5 waktu di dalamnya meningkat drastis, kebermanfaatannya mulai dirasakan, dan mulai terjadi perubahan signifikan dari mental, karakter, dan kualitas spiritual jemaah dan masyarakat sekitarnya.
Nah, melihat meriahnya program takmir masjid Jogokariyan, ingin rasanya kita flashback ke sejarah masa lalu di mana saat Nabi Muhammad memulai hijrah dari Mekkah ke sebuah tempat yang bernama Yastrib bersama dengan para sahabat lalu membangun negeri tersebut dengan sungguh-sungguh, semuanya berawal dari masjid, ada 2 masjid yang memiliki pengaruh di zaman itu, masjid Quba dan Masjid Nabawi.
Masjid Quba didirikan saat nabi dalam perjalanan ke Yatrib sedangkan masjid Nabawi didirikan saat nabi telah tiba di Yatsrib. Nabi memfungsionalisasikan kedua masjid tersebut dengan baik untuk kepentingan umat sampai-sampai Nabi pun pernah menjadikan masjid tersebut sebagai tempat pembicaraan siasat dan taktik perang.
Inilah bukti bahwa fungsi masjid di zaman Nabi tidaklah parsial untuk satu atau dua kegiatan saja, namun multifungsi.
Ya, secara formal sulit menandingi makmurnya masjid-masjid di masa nabi masih hidup, jika kita bandingkan dengan kondisi saat ini maka sangatlah jauh ketimpangannya.
Namun perbedaan mental spiritual umat terdahulu dan umat yang hidup pada masa sekarang tak boleh dijadikan alasan untuk tidak memakmurkan masjid dan tidak boleh juga berpaku tangan tanpa melakukan apa-apa. Keimanan dan ketaqwaan disini sangat dibutuhkan untuk menjadi penyemangat disaat kualitas spiritual mulai menurun. Termasuk didalamnya mental untuk memakmurkan masjid.
Kriteria masjid Makmur