Aceh Memang Istimewa
Oleh: Yan Megawandi
Semula ketika mendapatkan penugasan mendampingi kontingen para atlet untuk mengikuti PON XXI Aceh- Sumut saya punya kesempatan memilih. Mau ke Banda Aceh atau ke Medan? Kontingen Bangka Belitung pada PON kali ini mengikuti 25 cabang olahraga (cabor) dengan kekuatan 163 orang atlet dan pelatih. Di Aceh mengikuti 11 cabang olahraga dan 14 di Sumut.
Mayoritas anggota tim ketika itu ketika ditanyakan mau kemana? Sebagian besar memilih ingin ke Sumut. Salah satu alasannya adalah citra Aceh yang masih “Agak menakutkan” bagi sebagain besar teman-teman yang diminta memilih, serta perkiraan fasilitas yang lebih memadai.
Namun akhirnya saya memilih Aceh dengan beberapa alasan. Pertama, saya belum pernah cukup lama tinggal di Aceh dibandingkan di Sumut. Tahun 2008 saya pernah tinggal dua pekan lebih di Sumut karena adik bertugas sebagai pejabat di Deli Serdang.

Sementara di Aceh saya paling lama tinggal di sana tiga hari. Alasan lain ada teman Ketika kuliah di UGM yang telah lama tak berjumpa. Dan alasan terakhir penasaran dengan kondisi mutakhir Aceh. Apalagi setelah melihat di medsos bahwa sudah ada jalan tol di ujung barat pulau Sumatera ini. Sementara Bangka Belitung sampai saat ini tak ada jalan tol sama sekali. Jadi penasaran seperti apa rupanya.
Hampir tiga minggu tinggal di Aceh khususnya di Banda Aceh akhirnya mengubah semua citra saya tentang Aceh. Maka Ketika pulang di atas pesawat yang menerbangkan saya transit ke Batam karena kehabisan pesawat dengan penerbangan langsung. Semua kenangan indah akan Aceh menggelayuti benak saya.
Dua pekan sebelum berangkat ke Aceh kami sudah dihubungi oleh para panitia yang jadi Liaisson Officer (LO). Secara harfiah liaison officer adalah seseorang yang bertanggung jawab untuk memfasilitasi komunikasi antara dua atau lebih organisasi atau pihak.
Waktu itu terasa sekali bahwa kami mendapat perhatian penuh dari para LO. Kontingen Bangka Belitung mendapatkan LO dari instansi Rumah Sakit Jiwa Banda Aceh (RSJBA). Bahkan sebelum keberangkatan kami sempat melakukan rapat.
Tentu dilakukan dengan zoom dan dipimpin langsung oleh Direktur RSJ, dr Hanif serta hampir semua pejabat terasnya. Saya mulai merasa ada keseriusan dari cara teman-teman di Aceh dalam menyiapkan fasilitasi kontingen.
Disambut Hangat
Hal itu terbukti benar adanya. Kedatangan pertama yang tiba di Banda Aceh adalah tim basket. Sambutan yang diberikan benar-benar menarik perhatian. Para pemain yang dikomandani oleh manejer Desy merasa disambut hangat dan sangat terbantu.
Sehari setelahnya ketika tiba di bandara Sultan Iskandar Muda (SIM) saya merasakan kehangatan sambutan teman-teman LO di Banda Aceh. Penerimaan dr Hanif dan pejabat lainnya dari RSJ Banda Aceh membuat saya merasa tersanjung.

Bayangkan saya datang sendirian tapi disambut oleh setidaknya tujuh orang pejabat di RSJBA. Kami menunaikan salat Magrib di Masjid Raya Banda Aceh yang megah dan indah dengan selisih waktu sholat sekitar 30 menit lebih lambat dari pada di Bangka.
Jamuan makan malam dilakukan oleh dr Hanif dkk di tempat makan sate yang sohor di Banda Aceh. Sate Matang Apaleh adalah pilihan memperkenalkan kuliner Aceh. Kami membicarakan banyak hal mulai dari persiapan PON sampai ke kondisi mutakhir Aceh di tempat ini sampai diantarkan pulang ke hotel.
Setelah itu hari-hari menyenangkan menyertai saya dan kontingen di Aceh. Bayangkan semua cabang olahraga yang diikuti Bangka Belitung mendapatkan pendampingan satu persatu dari para LO. Sehingga semua informasi dapat diperoleh dengan cepat dan akurat.
Ketika semua kontingen mengeluh atas pelayanan makan yang kurang baik dari panitia. Teman-teman LO tidak saling melempar tanggung jawab. Mereka langsung cek ke dapur penyuplai makanan, lalu jadi paham akar masalah makanan itu.
Walaupun belakangan hal ini ternyata terjadi karena persoalan yang berada di luar kewenangan panitia daerah. Para LO mengambil sikap membanggakan. Bila ada tim cabor yang terlambat kosumsinya maka makanan pengganti segera dibelikan oleh para LO. Uangnya dari mana? Saya tak paham.
Layanan Berkelas
Ada kejadian mengesankan yang menggambarkan bagaimana kualitas pendampingan para LO yang ‘Berkelas’. Pertama, Pada waktu terjadi cidera atlet dari cabor tenis lapangan ketika bermain melawan pemain dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Perhatian para LO juga luar biasa. Bayangkan direktur RSJBA dr Hanif bahkan turun tangan langsung menunggu dan mendampingi atlet di hotel.
Ia meminta bantuan koleganya yang dokter orthopedi untuk bisa menangani atlet secara langsung walaupun harus sampai menjelang tengah malam. Beberapa hari kemudian dr Hanif tetap memantau kondisi atlet tenis tersebut dan menyarankan beberapa tindakan untuk membantu atlet.
Kedua, pada waktu salah seorang atlet terbang layang Bangka Belitung mengalami cidera tulang belakang karena pendaratan keras yang terjadi waktu pertandingan di bandara Malikul saleh di Lhoksumawe. Ketika kami ingin menjemput ke lokasi dr Hanif menyarankan lebih baik kami menunggu saja di Banda Aceh.
Jarak tempuh dari tempat kejadian ke Banda Aceh sekitar 6-7 jam perjalanan darat. Atlet yang cidera tiba di RSUD Zainul Abidin Banda Aceh sekitar pukul 21.30 wib. Sampai tengah malam kami masih terus didampingi oleh dr Hanif dan stafnya yang bertugas sebagai LO terbang layang. Menjelang tengah malam yang disertai hujan cukup lebat baru dr Hanif pulang.
Itupun karena paginya harus menghadiri acara. Sementara Bu Umi yang bertugas sebagi LO baru pulang malah menjelang pagi. Setelah ia yakin sang atlet sudah bisa istirahat di ruang rawat inap.
Selanjutnya selama mengalami perawatan di RSUD Zainul Abidin teman-teman dari RSJBA tetap rajin mendampingi dan melakukan pendampingan. Bahkan PJ Gubernur Aceh, Dr Safrizal bersama beberapa pejabat sempat mengunjungi secara langsung atlet terbang layang Babel di RSUD.
Selama berada di Aceh menjadi seperti berada di lingkungan keluarga sendiri. Suasana yang akrab, penuh perhatian dan damai mewarnai kegiatan kami selama PON XXI. Salah satu indikasi bahwa Aceh memang benar-benar aman dapat dilihat dari suasana malam.
Waktu baru tiba saya terkejut menyaksikan seorang ibu membonceng anak kecil mengendarai motor pukul 24.00 malam. Bukan itu saja beberapa pengendara motor yang merupakan kalangan wanita juga masih lalu Lalang dengan tenang di kota Banda Aceh.