Oleh: Yan Megawandi

Ini cerita masa lalu. Dulu setiap menjelang tanggal 28 September kami selalu memiliki agenda menarik. Menerbitkan buku. Tim kecil biasanya sudah mulai menggarap hal itu sejak beberapa bulan sebelumnya.

Menyiapkan draft, mencari editor dan percetakan untuk menerbitkan buku tersebut. Sampai mencari sumber pendanaannya. Akhirnya terbitlah 13 buku. Biasanya buku-buku itu diluncurkan di tanggal tersebut.

Buku yang diterbitkan beragam coraknya. Mulai dari yang rada serius sampai kepada buku kumpulan puisi. Ada buku yang dihasilkan dari perenungan, diskusi dan perdebatan yang cukup Panjang.

Ada pula yang dicomot dari sejumlah SMS (karena waktu itu belum ada aplikasi WA). Yang ini biasanya sejumlah puisi yang dikumpulkan dari teman-teman yang pernah dikirimi puisi tersebut.

Tanggal 28 September menjadi sebuah momentum penerbitan dan peluncuran buku sebagai upaya Pak Eko menyemangati kami para anak buahnya untuk membuat sesuatu yang cukup bermakna.

Ya pada tanggal itu yang tercatat sebagai hari kelahiran pria asal Desa Kelapa dan kemudian berkarir sebagai pemimpin daerah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Tanggal 28 September itu merupakan hari kelahiran Eko Maulana Ali di dokumen resmi miliknya. Hari itu juga bertepatan dengan Hari Kereta Api.

Akan tetapi dalam beberapa kesempatan berbincang santai dengannya, ia sebenarnya meragukan tanggal tersebut sebagai tanggal kelahirannya. Menurut Eko, kemungkinan hari kelahiran yang sesungguhnya adalah sekitar bulan Agustus. Ada beberapa alasan yang menjadi dasar argumentasinya.

“Kalau lahir tanggal 28 September maka bintang saya Libra. Namun rasanya sifat-sifat orang berbintang libra itu banyak yang tak sesuai dengan karakter saya,” ujarnya suatu ketika sambil tertawa. Ia dalam sebuah kesempatan bahkan bertanya kepada ibunya Albarina di rumah orang tuanya di Simpang Belinyu Desa Kelapa.

Ada sebuah peristiwa yang terjadi ketika ia lahir yang ketika dikonfirmasi kepada ibunya yang kemudian semakin meyakinkan Eko bahwa tanggal kelahirannya bukanlah 28 September 1951. Tapi semua fakta-fakta itu dinikmati saja oleh Eko.

“Ada untungnya juga buat saya. Dalam kepercayaan Jawa setiap orang memiliki hari perhitungan yang biasanya ditentukan dari hari kelahirannya. Kesalahan tanggal lahir itu pula barangkali yang menyebabkan saya beberapa kali terhindar dari upaya orang yang kurang senang dengan keberadaan saya lalu ingin membuat macam-macam,” ucapnya suatu ketika sambil tersenyum lebar.

Kembali ke soal penerbitan buku. Ide awal menerbitkan buku berasal dari kegemaran Eko membaca dan menulis. Kalau pulang dari perjalanan ke luar negeri misalnya ketika ia masih menjadi Bupati Bangka, maka tentu ia menyempatkan diri membeli buku.

Salah satu topik kegemarannya adalah soal kepemimpinan. Maka setelah Eko menyelesaikan membaca buku tersebut biasanya kami diajaknya berdiskusi membahas isi buku dimaksud. Kami yang merupakan para staf dan pembantunya tentu dengan senang hati menikmati diskusi yang akan membuka pemahaman baru tentang topik yang disampaikan. Sungguh sebuah kemewahan yang tak kami temukan lagi di masa-masa selanjutnya.

Di awal buku-buku yang diterbitkan merupakan tulisan-tulisan Eko mengenai ide-idenya tentang pembentukan provinsi. Judulnya “Bangka Belitung Menatap Masa Depan”. Diterbitkan pada September 2001. Bahan-bahan buku ini dikumpulkan oleh Albana, seorang wartawan muda Bangka Pos di Sungailiat yang juga kemudian bertindak sebagai editor di beberapa buku yang diterbitkan belakangan.