Oleh: Weni Weryani

Di era digital saat ini, saya melihat media sosial telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan remaja. Sebagai seseorang yang sering mengamati perkembangan generasi muda, saya percaya bahwa media sosial memiliki pengaruh besar terhadap cara remaja membentuk identitas diri mereka. Dalam buku “Experience Human Development” karya Diane E. Papalia dan Gabriela Martorell, masa remaja atau adolescence digambarkan sebagai tahap kritis dalam perkembangan manusia, di mana individu berusaha memahami siapa diri mereka. Media sosial, bagi saya, adalah salah satu platform utama yang membantu atau bahkan menghalangi proses ini. Saya sepakat dengan Papalia dan Martorell yang menjelaskan bahwa remaja berada dalam fase perkembangan psikososial yang disebut sebagai identity vs. role confusion.

Berdasarkan pengamatan saya, media sosial menyediakan ruang yang luas bagi remaja untuk bereksperimen dengan identitas mereka, mencari validasi, dan berinteraksi dengan teman sebaya. Namun, saya juga melihat sisi negatifnya. Ketergantungan pada validasi melalui jumlah likes, komentar, atau followers menjadi masalah besar. Banyak remaja yang akhirnya mengukur harga diri mereka berdasarkan standar eksternal ini. Hal ini dapat menghambat perkembangan harga diri yang sehat dan, menurut saya, menjadi salah satu penyebab meningkatnya gangguan kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi di kalangan remaja.

Saya sering mendengar tentang fenomena “FOMO” (Fear of Missing Out), di mana remaja merasa cemas karena tidak mampu mengikuti tren atau menunjukkan citra sempurna di media sosial. Ini bukan hanya teori, tetapi fakta yang saya temui dalam kehidupan sehari-hari. Media sosial juga mendorong perbandingan sosial yang tidak sehat. Sering kali, remaja membandingkan diri mereka dengan figur publik atau teman sebaya yang tampak lebih sukses atau menarik, padahal apa yang mereka lihat hanya sebagian kecil dari kenyataan.

Namun, saya juga harus mengakui bahwa media sosial memiliki sisi positif. Saya melihat bahwa platform ini memberikan ruang bagi remaja untuk bereksperimen dengan identitas mereka. Mereka dapat mencoba berbagai persona dan mengeksplorasi minat mereka tanpa konsekuensi besar. Meski begitu, saya merasa bahwa tekanan untuk mengikuti tren tertentu sering kali mengarah pada perilaku impulsif atau bahkan berbahaya, seperti mengikuti tantangan viral yang tidak aman.