Perempuan Seberang Jalan
Oleh: Yoel Chaidir
Senja itu gerimis masih membalur dedaunan dan perlahan jatuh menerpa rumput-rumput liar pada sela-sela bebatuan kerikil hitam. Aku masih terdiam dalam lamunan menatap kosong ke ujung persimpangan jalan. Kepulan asap rokok tak bergeming, mengepul memenuhi ruang teras samping di altar peraduan, seakan takikhlas pergi dan ingin menemani kesendirianku sore itu.
Sejengkal waktu, melintas seorang perempuan setengah baya dengan raut wajah samar tertutup geraian rambut yang basah oleh hujan tanpa alas kaki, berjalan perlahan menunduk, mengarahkan langkah ke sebuah pohon rindang di tepi persimpangan.
Aku tersentak dan ingin menyapa, tetapi mulutku terkunci kaku seketika saat kepalanya berpaling dengan tatapan senyum tertuju padaku hingga perempuan itu menghilang di balik pohon rindang.
Lama kuterdiam, lalu bergegas merapikan meja kayu dan membersihkan puntung rokok dan sisa abu-abu yang berserakan di hadapanku.
Sejurus dari kejauhan, gema Azan Maghrib berkumandang diiringi gerimis yang masih bertahta hingga malam.
Malam itu, bayangan langkah dan tatapan dengan sedikit senyum perempuan itu selalu hadir di setiap detik waktu hingga larut malam.
Dalam hening di Rinai gerimis malam, jam dinding masih berdetak. Bunyi langkah kaki semakin mendekat pada pintu depan dan tak berselang lama, satu ketukan berhasil membuyarKan suasana di malam itu.
Perlahan kumemberanikan diri mencoba bertanya, “siapa …??”
Takada jawaban. Seketika tanganku bergerak memegang gagang pintu seraya membuka dengan spontan …
Tepat di hadapanku telah berdiri sosok seorang perempuan yang tadi sore jelas menghilang pada sebuah pohon rindang di tepi jalan.
Lama kami bertatap tanpa kata, seakan lidahku kelu untuk mengucapkan sesuatu.
Ucapan pertama yang dilontarkan dari perempuan tersebut adalah “Malam … maaf menggangu,” cetusnya.