Cermin Retak Seribu
Oleh: Heri Suheri, CIJ., CPW., CA-HNR., CFLS.
Ini adalah kisah lanjutan dari “Cermin Retak” tentang seorang wanita periang paruh baya bernama Pongah (jilid dua).
Pongah diketahui sosok yang cerdas dengan kehidupan golongan kelas menengah, Pongah sangat aktif di media sosial dengan berbagai platform. Sering di berbagai momen, ia mengunggah foto-foto, video dirinya yang tampak sempurna, seolah hidupnya lebih baik dari orang lain, dan tak pernah mengalami kesusahan ekonomi, atau masalah kebutuhan hidup.
Namun, di balik semua itu, Pongah ternyata menyimpan sifat kurang baik menurut batasan etika umum, yang Ia tak pernah tunjukkan pada pengikutnya. Pongah gemar menghakimi orang lain. Saat melihat postingan teman-temannya, ia sering berkomentar (sarkastik), merendahkan, dan membuat orang lain merasa kecil. Ia percaya, dengan memperlihatkan kekurangan orang lain, ia membuatnya sendiri terlihat lebih baik dan orang paling beruntung.
Di suatu sore, Pongah mengunjungi sebuah cafetaria terkenal di sebuah kota. Di sana, Ia tidak sengaja bertemu dengan Bulin, teman masa kecilnya yang telah berhasil menjadi seorang influencer. Bulin dikenal influencer sebagai sosok positif yang belajar menyebarkan semangat. Pongah merasa cemburu melihat betapa banyaknya followers yang dimiliki Bulin.
“Eh, Bulin! Bagaimana caranya kamu bisa jadi begitu populer?” tanya Pongah, dengan nada meremehkan.
Bulin tersenyum, “Pongah, aku hanya berusaha berbagi hal-hal positif dan menginspirasi orang lain.”
Pongah terkekeh, “Begitu ya? Lihatlah pengikutku, jumlahku jauh lebih banyak!”
Mendengar itu, Bulin tidak membalas, tetapi ia hanya tersenyum. Ia paham, meski Pongah terlihat sukses di media sosial, hatinya dipenuhi dengan kecemburuan dan keburukan.
Hari terus berlalu, dan Bulin memperoleh lebih banyak penggemar, sementara Pongah terus berjuang untuk mempertahankan popularitasnya. Ia mulai memposting lebih banyak konten negatif, merendahkan orang lain, dan mencari perhatian dengan cara-cara yang tidak pantas untuk sebuah konten.
Pada suatu malam, Pongah mendapatkan ide untuk mengunggah sebuah foto cermin retak seribu yang kotor dan menjijikkan. Dalam caption-nya, ia menulis, “Ini gambaran kehidupan nyata kita, penuh dengan retakan dan kebohongan.” Ia berharap bisa menarik perhatian banyak orang, tetapi bukannya pujian, ia justru mendapat banyak komentar negatif.
“Kalau hidupmu penuh retakan, itu karena sifatmu sendiri, Pongah!” tulis salah satu pengikutnya.