Di Balik Kilatan Timah, Ada Krisis Pengangguran dan Ketimpangan Sosial
Oleh: Muhammad Shobih Almuayyad
Pertambangan timah telah lama menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sejarah dan kehidupan masyarakat Bangka Belitung. Keberadaan pertambangan timah sudah menjadi komoditas utama yang menggerakkan roda perekonomian di daerah tersebut. Berdasarkan data dari beberapa lembaga survei geologis, pada tahun 2021, Bangka Belitung memiliki cadangan bijih timah sekitar 6 juta ton dan menjadikannya sebagai komoditas utama yang mendukung perekonomian daerah tersebut.
Sekitar 35% dari total perekonomian Bangka Belitung bergantung pada sektor pertambangan timah. Namun, di balik kilau kilatan logam putih yang memikat, terdapat cerita yang suram: eksploitasi yang tak terkendali, kerusakan lingkungan yang semakin parah, dan banyaknya anak muda Bangka Belitung yang terjebak dalam pekerjaan berisiko yang mengancam masa depan mereka.
Penambangan timah tidak hanya berdampak dalam kondisi ekologis semata, dampak pertambangan timah juga sangat berpengaruh terhadap kondisi sosial masyarakat Bangka Belitung. Seperti rendahnya minat generasi muda di Bangka Belitung untuk melanjutkan pendidikan, tercatat pada tahun 2023 hanya sekitar 18,19 persen dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain yang ada di indonesia. Banyaknya angka anak muda yang putus sekolah di Bangka Belitung beralasan karena faktor ekonomi yang menjadi alasan kuat mereka untuk bekerja sebagai penambang timah.
Anak muda yang bekerja sebagai penambang timah bukanlah sebuah pilihan, melainkan jalan yang terpaksa mereka ambil untuk bertahan hidup. Lahan-lahan yang dulunya subur kini telah gersang akibat aktivitas penambangan yang tak terkontrol. Mereka menambang dengan cara-cara yang kadang tak aman, jauh dari jaminan kesejahteraan, dan seringkali menghadapi risiko besar bagi keselamatan jiwa.
Kurangnya akses pendidikan yang memadai dan tidak merata di setiap daerah menyebabkan banyak anak muda Bangka Belitung putus sekolah dan akhirnya membuat mereka memilih untuk bekerja sebagai penambang timah . Pendidikan yang rendah, kurangnya akses terhadap pelatihan keterampilan, dan sedikitnya peluang kerja di sektor non pertambangan memaksa mereka untuk terperangkap dalam lingkaran kemiskinan.
Meski pekerjaan ini berat, akan tetapi bagi mereka pekerjaan ini tetap dianggap sebagai jalan pintas untuk bertahan dari kerasnya kehidupan. Pada kenyataannya, mereka tak bisa menghindari kenyataan pahit: industri timah yang dulunya menguntungkan kini mengalami stagnasi. Harga timah yang fluktuatif, serta dampak lingkungan dari penambangan ilegal yang merajalela, membuat masa depan pekerjaan ini semakin suram. Banyak anak muda yang merasakan kekecewaan mendalam, merasa seolah-olah mimpi mereka dihancurkan oleh ketergantungan pada sumber daya alam timah yang semakin habis.
Harapan yang dulu mereka tanamkan untuk keluar dari kemiskinan melalui pendidikan atau karier lainnya perlahan memudar. Mereka terjebak dalam pekerjaan yang tak hanya merugikan tubuh mereka, tetapi juga membuat pupusnya harapan mereka untuk berkembang lebih jauh. Dalam angan-angannya, mereka ingin melampaui penambangan, mengejar cita-cita yang lebih tinggi. Namun, nyatanya, banyak dari mereka yang hanya bisa menatap masa depan dengan rasa putus asa dan merasa terjebak dalam sistem yang tidak memberi ruang bagi impian mereka untuk berkembang.
Ironisnya, banyak anak muda yang seharusnya menjadi harapan masa depan Bangka Belitung terpaksa menjadi saksi ketidakadilan ini. Kurangnya akses pendidikan dan pelatihan kerja yang relevan membuat mereka sulit bersaing di dunia kerja. Akibatnya, mereka hanya memiliki sedikit pilihan selain bekerja di sektor informal atau menjadi pengangguran. Kondisi ini menciptakan lingkaran setan yang semakin memperlebar ketimpangan sosial.
Pupusnya harapan anak muda Bangka Belitung bukan hanya soal pilihan yang terbatas, tapi juga gambaran dari ketidakadilan sosial yang terjadi. Mereka bukan hanya korban dari eksploitasi alam, tetapi juga korban dari ketidakberdayaan struktural yang menghalangi mereka untuk meraih impian mereka. Dampak sosial yang diakibatkan oleh masifnya pertambangan timah tersebut menjadi PR bagi pemerintah daerah Bangka belitung saat ini.