Oleh: Rusmin Sopian

Ketika Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi khalifah pada Dinasti Bani Umayyah tepat pada hari Jumat, 10 Shafar 99 Hijriyah, pemimpin besar itu menangis terisak-isak.

Beliau memasukkan kepalanya ke dalam dua lututnya dan menangis sesenggukan seraya berkata, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raji’uun.”

Kemudian Umar bin Abdul Aziz berujar, “Demi Allah, sungguh aku tidak meminta urusan ini sedikitpun, baik dengan sembunyi-sembunyi maupun dengan terang-terangan.”

Tangisan itu mungkin aneh bagi kebanyakan orang era sekarang. Tetapi itu adalah fakta sejarah dan tentu saja didasari oleh sebuah alasan yang jelas.

Sangat mungkin, Umar bin Abdul Aziz menangis karena khawatir akan keadaan dirinya kelak di hari akhir. Sebab, amanah yang diembannya amat berat dan tidak main-main.

Jabatan bukan fasilitas tapi pengorbanan. Bukan leha-leha tapi kerja keras. Bukan pula kesewenangan bertindak tapi kewenangan melayani. Dengan mengemban amanah menjadi pelopor keteladanan berbuat.

Jabatan menjadi nikmat tatkala jabatan dilaksanakan secara amanah. Jabatan digunakan untuk memakmurkan alam semesta dan kemaslahatan seluruh makhluk ciptaan-Nya.

Hal ini terlihat jelas bagaimana Rasulullah memikul amanah sebagai rasul dan khalifah dengan amanah yang agung.

Jabatan dapat pula berubah menjadi laknat tatkala pasca menerima tanggung jawab tersebut jabatan justru digunakan untuk membangun “istana kemungkaran”, maka bangunan neraka telah diciptakan.

Acap kali manusia akan kelihatan sisi aslinya ketika memperoleh jabatan.

Teringat pada sebuah quote dari Presiden Amerika Serikat ke-16, Abraham Lincoln, yang menyatakan jika ingin melihat karakter asli seseorang adalah dengan memberikannya sebuah kekuasaan.

Sebelumnya, sisi asli watak diri bisa ditutupi dengan berbagai aksesoris kebaikan semu, namun setelah memperoleh jabatan justeru mempertontonkan watak asli yang sebenarnya.

Apalagi bila jabatan yang kita emban diperoleh dengan kemungkaran (untaian pundi-pundi dan negosiasi), maka dipastikan akan bermuara pada kemungkaran dan negosiasi pula.