Kontradiksi Etika Bermedia Sosial: Antara Keterhubungan dan Ketidakadilan
Oleh: Heri Suheri, CIJ., CPW., CA-HNR., CFLS.
Medsos (media sosial) telah menjadi bagian integral dalam kehidupan sehari-hari, memberikan platform untuk berinteraksi, berbagi bidang informasi, ilmu pengetahuan, salah satunya dapat menjadi sarana menyuarakan pendapat. Namun, kehadirannya juga menimbulkan berbagai kontradiksi etika yang seringkali menjadi (rumit).
Di satu sisi, medsos (media sosial) bisa diunggulkan sebagai alat (pemberdayaan). Dengan menggunakan media sosial memungkinkan individu untuk mengekspresikan diri dan memperjuangkan, pendidikan , kebudayaan, lingkungan, pembangunan, keadilan sosial masyarakat.
Banyak gerakan sosial, budaya , lingkungan yang lahir dari jejaring ini, yang berhasil menarik perhatian global terhadap (isu-isu penting). Disinilah media sosial menunjukkan kekuatannya dan perannya yang seharusnya digunakan dalam menciptakan (solidaritas) dan mendorong (perubahan positif).
Namun, di sisi lain, media sosial juga menggali (ketidakadilan), bullying terhadap pribadi, kelompok dan acap kali memunculkan (Disinformasi). Informasi yang salah atau menyesatkan dapat menyebar dengan cepat, menyebabkan kebingungan dan memunculkan konflik secara terus berulang.
Dalam banyak kasus, dan (terus berulang), etika seringkali menjadi kabur, (kebenaran dan kebohongan sering kali sulit dibedakan). Individu yang kurang bijaksana dalam bermedia sosial dapat dengan mudah terjebak dalam gelembung informasi, di mana pandangan yang (ekstrim) sangat mungkin mengemuka dan mendapatkan pengikut.
Keberadaan (anonimitas) di media sosial juga menambah lapisan tebal (kompleksitas pada kontradiksi ini). Meskipun memberikan kebebasan berbicara, anonimitas seringkali memicu (perilaku agresif, bullying, dan ujaran kebencian) dalam masyarakat.