Oleh: Evi Metharini S.Pd

Sebagaimana kita mahum bersama, Ramadan adalah bulan saat umat Islam di seluruh dunia melakukan ibadah puasa (shaum). Selain menahan makan dan minum, umat Islam juga menahan diri dari segala hal yang sia-sia.

Bulan Ramadan ini menjadi salah satu bulan yang paling ditunggu-tunggu oleh umat Islam karena didalamnya terdapat jejak keberkahan, kesabaran dan kedisiplinan dalam beribadah.

Bulan Ramadan juga menjadi momentum untuk memohon ampunan serta mengajarkan kita untuk lebih dekat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadan dengan penuh keimanan dan rasa harap, maka akan diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu” (HR. Bukhari dan Muslim).

Namun, kini Ramadan akan berakhir dan pergi, tetapi Ramadan juga pasti akan kembali sesuai ketetapan Allah Subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya: “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah 12 bulan, dalam ketetapan Allah waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya, empat bulan haram, itulah (ketetapan) agama yang lurus” (QS. At-Taubah: 36).

Datang dan perginya Ramadan tentunya akan menghadirkan rasa rindu bahkan sesal dalam diri kita. Lalu, bagaimana hal ini bisa terjadi?

Saat kita rindu, hadir perasaan sangat ingin dan benar-benar berharap akan sesuatu. Rindu Ramadan juga bisa berarti memiliki keinginan yang kuat untuk bertemu dengan Ramadhan yang akan datang.

Hal yang membuat kita rindu akan hadirnya Ramadhan adalah karena di bulan ini Allah Subhanahu wa ta’ala sendiri yang berjanji untuk membalas ibadah puasa kita. Dari sahabat Abu Hurairah RA  berkata, Rasulullah Saw bersabda: “Allah berfirman, “Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya” (HR. Bukhari dan Muslim).

Berdasarkan hadits tersebut, kita sebagai hamba-Nya hanya bisa berprasangka baik kepada Allah atas puasa kita dan pahala yang dijanjikan-Nya.