Konsekuensi Hukum SK PNS sebagai Jaminan Kredit Bank

Oleh: Yudha Kurniawan, S.H — Staf Hukum JA Ferdian & Partnersh ip Lawfirm

Penerimaan pegawai negri sipil (PNS)  tahun 2024 lalu saat ini masih berproses, belum terdapat data yang pasti terkait jumlah warga negara Indonesia yang diterima dan menyandang status sebagai CPNS yang nantinya akan berstatus sebagai PNS.

Umumnya peralihan status tersebut memakan waktu satu tahun setelah melewati tahap-tahap yang sudah ditentukan. Menjadi seorang PNS mungkin menjadi pilihan dari sebagian orang yang mendambakan kestabilan finansial dan keterjaminan saat setelah pension.

Di samping itupula dalam praktiknya SK PNS seringkali dijadikan jaminan dalam mengambil pinjaman kredit kepada bank ataupun lembaga pembiayaanlainnya.

Lantas bagaimana kedudukan hukum SK PNS tersebut dalam hukum jaminan dan bagaimana konsekuensi hukum terhadap risiko-risiko yang akan terjadi? Berikut ulasannya.

Kedudukan Hukum

Seorang PNS yang  hendak mengambil pinjaman kredit adalah bertindak sebagai seorang debitur dan bank yang memberikan kredit tersebut bertindak sebagai kreditur.

Kedudukan SK PNS dalam hukum jaminan di Indonesia cukup unik, karena dia tidak termasuk jaminan kebendaan seperti fidusia (Undang-undang fidusia, nomor 42 tahun 199), hak tanggungan atas tanah dan bangunan (Undang-undang hak tanggungan, nomor 4 tahun 1996), hipotik (Pasal 1162 sampai dengan pasal 1232 KUHPerdata), atau pun resi gudang (Undang-undang nomor 9 tahun 2006 dan perubahan nya tentang sistem resi gudang).

Di samping itu SK PNS juga tidak termasuk ke dalam jaminan perorangan.

Apabila kita berbicara jaminan kebendaaan maka ketika terjadi kredit macet ataupun seorang debitur tidak dapat memenuhi pretasinya maka terdapat objek jaminan benda yang dapat dieksekusi tergantung jenis jaminan benda dan hukum yang berlaku, terhadap jaminan perorangan/personal guarantee  yang merupakan penjamin dalam suatu perikatan prestasi.

Manakala debitur gagal bayar terhadap pinjaman kredit yang diberikan kreditur, maka penjamin ini menanggung risiko hukumnya.

Seorang pakar hukum perdata J. Satrio  menyebutkan ada satu kelompok jaminan yaitu hak istimewa (previlage), yang di antaranya dapat berwujud ijazah, Surat Keputusan (SK), dan lain sebagainya, maka termasuk di dalamnya SK PNS yang kedudukan hukumnya yang tidak serta merta memiliki kekuatan eksekutorial seperti jenis jaminan khusus lainnya.

Dalam perjanjian kredit antara kreditur dan debitur, SK PNS hanya menjamin adanya kapasitas dalam membayar kredit karena statusnya menerima gaji rutin tiap bulan, dan bisa dilakukan  pemotongan langsung dari gaji yang masuk tiap bulannya, meskipun secara eksplisit tidak ada mengenai aturan khusus yang menyatakan SK PNS dapat diagunkan ke bank.

Namun praktik ini didasarkan atas prinsip kebebasan berkontrak dan kelayakan kredit.