Penulis: Yan Megawandi

Salah satu kegiatan dari para widyaiswara yang sehari-hari bertugas mengajar, melatih dan mendidik para ASN di Pemprov Bangka Belitung adalah apa yang mereka namakan kegiatan “studi tiru”. Melalui kegiatan tersebut para widyaiswara yang tergabung dalam Asosiasi Profesi Widyaiswara Indonesia (APWI) Bangka Belitung, mencoba belajar langsung ke berbagai sumber. Dari kegiatan belajar di lapangan tersebut mereka mencoba mencari informasi dan penjelasan mengenai hal-hal baru yang dapat dikembangkan untuk kepentingan diri sendiri atau orang lain. Selain itu berbagi ilmu dan pengalaman juga dilakukan dalam kegiatan tersebut.

Beberapa tempat yang menjadi sumber belajar para widyaiswara ini antara lain Desa Penutuk di Bangka Selatan, Taman Buah Naga Langit di Koba, Desa Kota Kapur dan kebun Pak Yulizar di Pemali.

Dalam kegiatan yang dilaksanakan di Desa Kota Kapur misalnya saja para widyaiswara memperoleh informasi tentang budidaya kerang darah yang dilakukan oleh masyarakat setempat. Memang belum terlalu lama mereka mengusahakan budidaya kerang tersebut yang diperoleh masyarakat dengan melihat budidaya di sepanjang pesisir Dusun Sukal hingga Kundi Barat. Para widyaiswara mencoba menyimak dan belajar dari pengalaman para anggota kelompok perhutanan sosial yang ada di Desa Kota Kapur. Di bagian lain para petani dan anggota masyarakat juga memperoleh penjelasan akan pentingnya mengembangkan tanaman aren di lingkungan sekitar desa.

Di Desa Kota Kapur ini misalnya para widyaiswara memperoleh cerita dari masyarakat bagaimana misalnya pengembangan usaha pembesaran kerang darah (Anadara granosa) yang dilakukan kelompok masyarakat yang terpaksa harus kecewa gara-gara gagal panen. Penyebabnya ternyata karena kualitas air yang sangat buruk akibat penambangan liar yang dilakukan di sekitar perairan yang menyebabkan tumpukan lumpur teralu tebal dan matinya kerang darah milik masyarakat tersebut. Atau pengalaman pahit lainnya yang dialami oleh kelompok ini adalah gagal panen karena kalah cepat dengan para pencuri yang ternyat telah lebih dulu memanen kerang darah di lokasi.

Tapi semangat masyarakat untuk terus mengembangkan usaha kelompok ini patut mendapat pujian. Walaupun diterpa kegagalan namum mereka terus semangat mencoba. Terakhir kelompok masyarakat di desa Kota Kapur juga telah mengembangkan perhutanan sosial. Mereka bekeinginan mengelola hutan di sekitar desa untuk menjadi lokasi pariwisata sekaligus bisa menikmati hasil hutan bukan kayu seperti madu.

Dalam pertemuan dengan masyarakat dan perangkat desa Kota Kapur, widyaiswara juga berbagi ilmu tentang seluk beluk mengembangkan budidaya aren atau enau (Arenga pinnata, suku Arecaceae). Slamet Wahyudi merupakan widyaiswara yang telah menulis buku tentang aren yang menjadi nara sumber kegiatan. Ia menjelaskan dengan Bahasa yang sangat komunikatif bagaimana prospek tanaman aren bila akan dikembangkan di desa. Pengalaman panjangnya di Kementerian Kehutanan ketika bertugas di Provinsi Riau dan mendampingi kelompok-kelompok tani menarik perhatian peserta pertemuan tersebut.

Sambil Menyelam Minum Air

Selain mempelajari dan usaha-usaha yang dikembangkan oleh masyarakat para widyaiswara ini juga berusaha memetik manfaat lainnya. Salah satu kegiatan yang dilakukan ketika ke desa adalah melakukan monitoring dan evaluasi hasil kegiatan diklat selama ini. Ibarat pepatah sambil menyelam minum air.

Ketika mengunjungi Desa Penutuk di Bangka Selatan, para widyaiswara ini merasa sangat gembira. Di samping memperoleh sejumlah pengetahuan baru tentang berbagai sisi kehidupan masyarakat secara nyata, mereka sekaligus terhibur dengan kondisi lingkungan sekitar yang masih asri. Para widyaiswara ini juga sempat berkeliling di beberapa pulau di sekitar Pulau Lepar ketika itu.