Oleh: Yan Megawandi

Andai saja ada pemilihan pelatih terbaik di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2024, mungkin sosok pelatih atletik asal Belitung, Junaidi akan menjadi salah seorang kandidat terkuat. Prestasinya cukup membanggakan. Lihatlah capaian salah seorang anak didiknya Robi Syianturi. Terakhir berhasil memecahkan rekor lari marathon yang telah dipegang Eduardus Nabunome dan bertahan selama 31 tahun. Dalam ajang lomba Valencia Marathon 2024 awal Desember lalu.

Robi menyelesaikan lari dengan catatan waktu 2 jam 17 menit 16 detik. Sebelumnya ia juga telah memecahkan rekor nasional untuk Half Marathon pada Juli 2024 di Gold Coast Marathon, Australia, dengan catatan waktu 1 jam 4 menit 48 detik. Rekor ini menggantikan rekor lama Eduardus Nabunome (1 jam 5 menit 43 detik) yang bertahan sejak 1997. Anak asuh Junaidi ini juga sukses menggondol 1 emas, 1 perak dan 1 perunggu dalam PON XXI di Aceh-Sumatera utara November 2024 lalu.

Sebelumnya pelari dari Belitung ini juga telah berulangkali meraih prestasi yang membanggakan. Misalnya ia memperoleh medali perunggu di Asian Games Kamboja Mei 2023 lalu. Dengan catatan waktunya yang terus membaik, diperkirakan Robi akan menjadi andalan baru Indonesia di nomor lari jarak jauh dan menengah.

Orang boleh saja menyatakan bahwa Robi mencapai prestasi terbaiknya Ketika mulai masuk Latihan di pelatnas. Namun prestasi yang diperoleh Robi tentu saja antara lain adalah berkat dari sentuhan tangan dingin dan strategi latihan yang diberikan oleh pelatih nya di daerah, Junaidi.

Kesan pertama jika berkenalan dengan lelaki kelahiran Lampung 13 Juli 1979 ini adalah keramahannya. Senyum dan gesture nya sederhana namun menarik. Kata-katanya mengalir dengan nada yang tenang dan terjaga. Menunjukan kematangan pengalaman dan penghormatannya terhadap siapa saja yang dihadapinya.

Itulah Junaidi, pelatih atletik dari kabupaten Belitung yang belajar tentang atletik dan ilmu kepelatihan awalnya secara otodidak. Anak didiknya Robi Syianturi kemudian muncul menjadi ikon atletik baru tidak saja di provinsi Kepulauan Bangka Belitung tapi juga di tingkat nasional.

Tangan dingin Junaidi dalam memoles anak asuhnya ini dimulai ketika ia melihat Robi yang awalnya ditemukan oleh gurunya Pak Dar. “Robi dulu sebenarnya bermain sepakbola. Saya lihat mentalnya bagus. Saya datangi ke rumahnya karena sempat ia tidak mau latihan. Dulu ia bekerja di pasar. Saya minta ia berhenti dan mulai serius berlatih. Saya dukung dia dengan menyiapkan peralatan latihan. Baju, jam dan sepatu saya belikan agar dia semangat berlatih.”

Memotivasi Atlet

Untuk menghidupkan motivasi anak didiknya ini Junaidi meminta bantuan orang lain. Ia tak tanggung-tanggung berihktiar. Ia datangkan Atlet pelari senior Bangka Belitung yang sudah berprestasi di tingkat nasional, Yahuza untuk ikut mendampingi anak didiknya. Pelari Babel ini adalah peraih medali emas di Sea Games 2007 dan 2011. Sekarang menjadi pelatih dan PNS di Pemprov Babel. Yahuza dengan segudang pengalaman ini kemudian dipertemukan dengan Robi di Belitung untuk memberi pandangan bagaimana dunia atletik sesungguhnya.

Tentang mental Robi yang menarik bagi Junaidi adalah ketika awal ia mengamati bagaimana ketika itu Robi diminta berlari bersama atlet lain yang telah dilatih oleh Junaidi. Walaupun belum pernah sama sekali mendapatkan latihan lari dan kedodoran dibandingkan pelari yang telah dilatih Junaidi ternyata Robi terus berusaha mengejar pelari tersebut. Ia terus berusaha mengejar ketinggalannya. Hal itulah kemudian yang membuatnya memutuskan untuk melatih Robi dengan lebih serius.

Menurut Yahuza yang kini menjadi teman dekatnya dalam melatih tim atletik Bangka Belitung, Junaidi adalah pelatih yang mau belajar dari mana saja. “Saya salut dengan dia. Selalu mau belajar dan mendengarkan pendapat orang lain. Ia juga tekun,” ujar Yahuza di pinggir lapangan atletik tuanku Tambusai Kampar Riau, beberapa waktu lalu ketika berlangsung Porwil Sumatera XI.

Junaidi semula bermukim di sebuah daerah di kawasan Lampung Selatan yang sekarang telah dimekarkan menjadi Kabupaten Tenggamus dan Pesawaran. Sekitar dua dekade lalu tepatnya di tahun 2004 ia diminta hijrah ke Belitung untuk menangani perluasan usaha tempatnya bekerja di bidang perikanan, khususnya kepiting. Ia merasa situasi dan kondisi Belitung sangat mendukung kehidupannya. “Di Belitung hidup saya rasanya lebih tenang dan nyaman. Akhirnya saya juga menikah di Belitung. Istri saya asli orang Belitung, “katanya sambil tersenyum.

Awal Melatih

Suatu hari sekitar tahun 2012 ia melihat seorang pelari berlatih di jalanan kota Tanjungpandan.  Dirinya sendiri yang sering diistilahkannya sebagai “pelari kelas kampung” di Lampung Selatan menjadi tertarik. Ternyata di Belitung ada juga yang berlatih lari. Mulailah ia mencari atlet pelari tersebut. Ketika melewati sebuah rumah ia melihat ada yang menjemur pakaian pelari tersebut. Ia segera menghampiri dan menanyakan apakah pelari yang bersangkutan mau berlatih dengannya.

Itulah awal Junaidi mulai menjadi pelatih lari. Kesenangan dan kecintaannya pada dunia lari serta kejeliannya melihat cukup banyak potensi atlet-atlet lari yang ada di Belitung membuat tekadnya manjadi pelatih lari semakin tinggi. “saya melatih atlet Belitung berawal dari hobi saya. Dulu saya suka dengan atletik. Begitu saya lihat anak anak Belitung punya bakat yang luar biasa tidak hanya di atletik tapi di cabang olahraga lain, dari situ saya bertekad ingin melatih dan membuktikan pandangan saya itu benar atau tidak nya… dan ternyata Alhamdulillah benar,” ujar nya.