(Catatan Kecil Peringatan Hari Pers Nasional)

Oleh: Yan Megawandi

Hari Pers Nasional selalu menjadi momen yang menyentuh hati, seolah mengingatkan kita pada tekad awal para pejuang pers untuk membangun negara ini dengan informasi yang bebas, jujur, dan tanpa intervensi. Namun, di tengah perjalanan waktu, pers kita menghadapi tantangan yang semakin besar, terutama di daerah-daerah.

Tak terkecuali di Kepulauan Bangka Belitung, di mana pers mulai terkesan tergerus oleh budaya baru yang lebih cenderung mengejar uang semata, menggantikan semangat profesionalisme yang seharusnya menjadi landasan utama.

Sebagai contoh, gelaran Pilkada November 2024 yang lalu menjadi bukti misalnya betapa nampak semakin jelas jarak antara idealisme dan kenyataan. Wartawan yang seharusnya menjadi pilar pengawasan dan informasi bagi masyarakat, akhir-akhir ini terkesan mulai banyak terjebak dalam pusaran politik praktis.

Mereka, yang seharusnya menjaga objektivitas, malah banyak yang terlibat dalam permainan politik. Beberapa di antaranya bahkan secara terang-terangan menjadi pendukung pasangan calon kepala daerah. Caranya antara lain dengan menjadi semacam “tukang penyambung suara” pasangan calon yang dibayar dengan honor bulanan.

Misalnya saja wartawan yang terbilang “jagoan” dalam dunia pemberitaan, kini bisa memiliki dua hingga lima media digital sekaligus

Seorang wartawan senior di daerah ini misalnya pernah mengeluhkan adanya perkembangan barisan para wartawan yang kemudian mengabdi menjadi perpanjangan tim sukses para kendidat kepala daerah. Caranya, mereka para wartawan yang umumnya memiliki beberapa media online ini diikat dengan sebuah kerja sama pemberitaan.

Itu dilakukan hanya beberapa bulan menjelang pilkada. Imbalannya adalah semacam honor atau pembayaran yang akan diterima media yang ikut kerja sama tadi.

Nilainya masih menurut teman tadi berkisar antara Rp500 ribu hingga Rp1,5 juta untuk setiap media. Dan hal itu tergantung kapasitas pemberitaan serta tampilan media. Syaratnya hanya memberitakan hal-hal positif yang diperkirakan dapat mendongrak suara sang calon yang didukung.

Jumlah media yang ikut di dalam kerjasama semacam ini juga tak sedikit. Menurut info teman tadi, bisa sampai seratusan media. Bayangkan bila ada seorang wartawan yang memiliki empat media saja maka paling tidak dengan perkiraan tarif tadi ia akan memperoleh sekitar Rp2 juta per bulan.

Angka yang sebenarnya tidak terlalu besar apalagi bila dibandingkan dengan tersanderanya independensi dan profesionalitas sang wartawan. Namun itulah kenyataan yang terkadang harus dijalani dalam situasi ekonomi daerah yang sulit dan semakin terpuruk saat ini.

Dalam kerja sama tadi biasanya ragam dan tendensi berita yang disajikan kepada masyarakat sudah diarahkan oleh tim pemenangan alias tim sukses si calon kepala daerah. Selain menjadi memihak dan partisan hal ini pula mengakibatkan para wartawan memproduksi berita-berita yang disajikan terkesan seragam, datar dan menjemukan.

Tak muncul lagi sikap yang mendorong dialog kritis dan solutif terhadap berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Akhirnya isi pemberitaan hanyalah berisi pujian, acungan jempol dan tepuk tangan. Dari kondisi seperti ini sulit berharap munculnya tawaran program bernas yang memiliki visi besar dan jauh ke depan.

Di tengah gempuran kebutuhan uang dan kepentingan politik serta tawaran kerja sama sebagaimana diungkapkan di atas ternyata tetap ada sejumlah wartawan yang berusaha bertahan dengan keyakinan dan integritas mereka.

Secara jumlah mungkin mereka tak sebanyak teman-teman yang ikut dalam kerja sama tadi tetapi kelompok ini pasti lebih militan dalam bekerja serta selalu berusaha menjadi pihak penyeimbang pergeseran arus tadi.

Seorang pengamat dan penulis budaya Kepulauan Bangka Belitung, Ahmadi Sofyan dalam sebuah tulisannya di detikbabel.com 28 November lalu misalnya menyampaikan fenomena kelam semacam ini. Penulis yang sering mengaku sebagai “urang kebun” ini menorehkan catatan ketika mengkritisi kalahnya perolehan suara gubernur patahana dan wakilnya Erzaldi – Yuri dalam hasil hitung cepat di pilkada Babel November silam.